Sunday, June 17, 2007

Catatan2 a l a ilam edisi pendidikan nasional

I

Hasil UN udah diumumkan. Ada yang senang karena lulus, banyak juga yang sedih karena ngga lulus.
Mari kita bahas tanggapan atas hasil pengumuman kelulusan di berbagai daerah. Kabar ini tentu aja ngga mewakili keseluruhan daerah, mungkin cuma dilakukan satu atau beberapa sekolah.
SMA
Ternate, Maluku. Siswa yang baru lulus pesta minuman keras di tempat umum (di pinggir jalan deket sekolah). Masyarakat yang resah segera melapor ke polisi. Banyak yang diangkut ke kantor polisi.
Semarang & Surabaya. Para siswa melakukan konvoi kendaraan bermotor. Konvoi ini mengganggu pengguna jalan karena sangat ramai dan tidak tertib sehingga menyebabkan kemacetan. Selain itu peserta konvoi membunyi-bunyikan klakson dan kebut-kebutan.
Serang, Banten. Siswa pria melakukan pelecehan seksual terhadap siswi. (gw ngeliat diberita, siswi2nya digrepe2 dan diangkat roknya, siswi2nya tentu aja ngelawan.)
Polewali, Sulawesi Barat. Daripada coret-coret seragam, siswa-siswa kelas III menyumbangkan seragamnya. Sebagai gantinya, coret-coretan dilakukan di spanduk besar yang telah disediakan.
NTT. Siswa kelas III melempari dan merusak bangunan sekolahnya. Mereka marah karena kepala sekolah mereka memberikan soal (atau jawaban? agak lupa gw) UN yang salah, sehingga seluruh siswa tidak lulus.
Dan lain-lain...
See? Inikah gambaran hasil pendidikan kita? Banyakan hal buruknya ya....
Rasanya keefektifan sistem pengajaran di sekolah2 Indonesia perlu dipertanyakan dan dikaji ulang deh...
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia-nya Tri Kurnia Nurhayati, sekolah berarti:
Sekolah: bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran; ...; waktu atau pertemuan ketika murid-murid diberi pelajaran; usaha menuntut ilmu pengetahuan, kepandaian, pelajaran, belajar di sekolah, pergi ke sekolah.
Sekolahan: rumah sekolah
Besekolah: belajar di sekolah; pergi ke sekolah; mendapat pendidikan atau pengajaran di sekolah; berpelajaran; belajar (pada); berguru (pada).
Menyekolahkan: memasukkan ke sekolah; mengirimkan ke sekolah (untuk belajar); menyuruh belajar ke sekolah; memberikan biaya sekolah.
Persekolahan: segala sesuatu mengenai sekolah.
Coba perhatiin kalimat yang digarisin. Apakah hal2 diatas bisa menghasilkan para pembelajar yang anarkis, egois, kurang ajar, dan sombong? Bila jawaban kita tidak, maka pasti ada sesuatu yang salah didalam proses pembelajaran itu.
Coba tanya ke anak2 sekolah, apakah mereka menikmati sekolahnya? Menikmati saat2 belajarnya? Sebagian besar pasti menjawab "TIDAK!" Bel istirahat dan pulang sekolah menjadi suara yang merdu buat mereka. Kenapa bisa?
Sekolah rupanya sudah bukan arena belajar yang menarik buat generasi muda kita. Mungkin terlalu banyak pengekangan disana, terlalu banyak dominasi, kekuasaan guru yang tidak bisa dibantah, penyempitan pola pikir, kebohongan yang ditutupi, pembenaran atas kesalahan, pembatasan kreativitas, tujuan belajar yang sulit dimengerti dan diaplikasikan, pembebanan atas hal yang tidak perlu, dan lain-lain. Kalau memang benar begini, jelas saja menghasilkan output yang pemberontak, lalu hampir gila karena senang telah bebas dari sekolah. Mereka berontak karena dikekang.
Dalam melihat keadaan ini, masyarakat, pemerintah (khususnya departemen pendidikan), guru, orang tua, dan siswanya sendiri masih tenang2 saja. Karena sudah biasa atau kita tidak tahu harus berbuat apa? Atau malah ada yang mau mempertahankan keadaan untuk kepentingan sendiri?
Mungkin itu karena kita bodoh lalu masa bodoh dan menjadi semakin bodoh. Kita bagai katak dalam tempurung yang merasa telah menjangkau langit, telah pintar, telah menguasai. Padahal masih sangat banyak hal yang lebih dalam, lebih baik, dan kita tidak tahu diluar sana. Apa ini karena kita malas atau terlalu takut belajar dan mengetahui bahwa kita tidak tahu apa-apa?
Coba kita bandingkan negara kita yang terpuruk ini dengan negara maju lainnya. Jepang misalnya. Pernah baca buku "Toto Chan?" Toto Chan berisi kisah nyata seorang anak kecil yang sekolah di SD yang unik. Pelajaran sebenarnya dari buku ini adalah bagaimana sekolah tersebut mengajari, baik ilmu pengetahuan maupun moral, kepada siswanya. Saat itu (sekitar tahun 1940an) sekolah tersebut termasuk sekolah yang unik dari cara belajar-mengajar dan kegiatannya. Unik, karena siswanya diberi pilihan untuk mempelajari pelajaran apa yang ingin ia pelajari dahulu hari itu; murid2 bisa bebas bicara kepada kepala sekolahnya dan kepala sekolah menanggapi dengan ramah; siswa diberi tanggung jawab atas tugas dan kesalahannya secara wajar; dan hal2 lain (untik lebih jelas, silahkan baca bukunya. Pengarangnya gw lupa, xP). Seluruh siswa menyenangi sekolahnya. Sekarang buku itu jadi buku pegangan wajib bagi guru2 jepang. Tokoh dan teman2nya sekarang menjadi manusia2 yang sukses, percaya diri, dan menikmati hidup, bahkan yang cacat sekalipun.
Maksud gw nyeritain Toto Chan adalah pendidikan yang berorientasi pada siswa adalah lebih baik dan mendidik dibanding pendidikan yang berorientasi pada pengajar (pengajar jadi decision maker dan sumber ilmu yang tak terbantahkan, agak sinis ya?). Sudah saatnya negeri kita mengubah paradigma pendidikannya. Bisa dengan merumuskan sendiri (gw rasa masih banyak orang Indonesia yang peduli dan ahli dalam bidang pendidikan) atau belajar dari negara lain.

p.s.: kuasai dan pahami dulu materinya ya, baru studi banding ke luar negeri. Biar ga buang2 duit dan cuma jadi arena liburan rombongan.


II

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Generasi muda kita bobrok pasti karena ada warisan orang tua.
Coba,,,
Anak2 SD perkosa balita
Orang tuanya ngga menyensor apa yang dia tonton.
Coba,,,
Anak sekolah gantung diri karena stress dan malu diejek belum bayar uang sekolah
Mungkin orang tua anak2 pengejek suka membicarakan kejelekan orang lain di depan si anak, jadi si anak mencontoh.
Coba,,,
Siswa kelas III ngamuk karena soal (atau jawaban?) UN dari kepala sekolahnya salah
Kepala sekolah ngasih bocoran?!
Coba,,,
Coba,,,
Coba,,,
Dan coba2 yang lain... Jangan coba2 hal yang dilarangya....


III

Bojonegoro, Jawa Timur. Empat murid SMP terpaksa harus mengerjakan UAS di halaman sekolah (lalu dipindah ke koridor kelas) karena belum membayar uang sekolah. Hal tersebut merupakan perintah kepala sekolah.
Surabaya, Jawa Timur. Murid2 TK dan SD Rajawali berdemo karena pihak yayasan sekolah tersebut berniat menyerahkan bangunan sekolah kepada pihak kreditor karena banyak berhutang. Bangunan tersebut rencananya akan dijadikan ruko.
Padang, Sumatera Barat. Lulusan terbaik SMA se-Sumatera Barat tidak dapat melanjutkan studinya karena terbentur masalah biaya. Ayah siswi SMAN 1 Padang ini hanya bekerja sebagai tukang parkir.
Betapa...
Betapa sulitnya belajar melalui pendidikan formal di negeri ini.
Menuntut ilmu itu mahal, padahal yang dibutuhkan negeri ini hanya ijazah pendidikan formal. Ijazah yang belum menunjukkan apa-apa karena hanya menunjukkan hasil ujian tiga hari dari pembelajaran bertahun-tahun.
Ijazah juga bisa dibeli.
Tapi siapa yang peduli? Dan sang korban negeri hanya bisa gigit jari....


IV

Saat di Indonesia murid2 dan orang tua protes karena standar pendidikannya terlalu tinggi, di Jepang siswa sekolahnya udah diajarin dan bisa bikin robot.
Saat pelajar2 Indonesia sibuk ngecilin baju seragam dan kucing2an sama guru yang disiplin, pelajar di AS buka2 puser saat summer.
Saat mahasiswa Indonesia disarankan oleh dosen pembimbingnya untuk buat penelitian yang mudah, negara2 maju membiayai penelitian yang bahkan belum tahu apa kegunaannya nanti.
Negara kita lebih suka jalan ditempat. Ah, mungkin lari ditempat karena sibuk berantem sendiri lalu kecapean sehingga ngga bisa ngapa2in lagi.
Mau sampe kapan kita saling bertentangan dan memperdebatkan perbedaan pikiran? Mau kapan kita mulai menyamakan langkah untuk kerja bersama memajukan pendidikan?
Disaat kita gontok2an mempertahankan pendapat, negara lain udah maju, udah makmur.
Negara2 maju akhlaknya jeblok lho! Kita juga, jangan salah. Mereka lebih baik karena kaya dan pintar, kita?
Kita ngga bisa diem aja, dan ngga boleh sama dengan mereka. Kita harus lebih! Kita harus buktikan kalo kita pintar, makmur, dan berakhlak mulia.
Mau ngga? Bisa ngga? Usaha!

No comments: